Ihsan
Dalam kitab Futuhat
al-Makkiyah, karya Ibnu Arabi, ada
kisah menarik untuk dijadikan pembelajaran seksama. Sengaja saya menyampaikan
ini, untuk mengasah kembali potensi diri dan menggugah kesadaran diri yang
sering digaungkan oleh para motivator agar setiap diri untuk bisa berfikir out
of the box. Secara umum bisa saya simpulkan, bahwa sebagai orang yang relijius
- beragama, sebenarnya kita sudah terbiasa berfikir out of the box. Karena kita
sudah tidak berfikir masalah dunia melulu yang menjadi box kita, tetapi
menyiapkan diri untuk perjalanan setelah dunia. Masalahnya seberapa besar dan
seberapa benar daya out of the boxnya itu, sehingga mampu membuat diri kita
mengenali diri sendiri dan meretas jalan menuju Ilahi Robbi. Salah satunya
belajar ihsan dan menjadi ihsan, sebagaimana dituturkan dengan cukup runut dan
rapi oleh Ibnu Arabi. Semoga kita mampu meneladaninya.
Sebelum melangkah lebih jauh,
dengan penuh kesadaran dan kerendah-hatian saya mohon maaf, jika ternyata
tulisan ini malah membuat kemunduran atau kerancuan pemahaman karena berbagai
sebab. Tak ada maksud, kecuali baik dan mukhlish lillah. Mungkin ada yang
mempertanyakan sumbernya, menyangsikan kebenarannya atau hal buruk lain di luar
budi dan kemampuan saya, silahkan meng-ignore
tulisan ini dan maafkanlah atas kelancangan ini. Tak ada yang lebih saya
takutkan kecuali hanya bertemunya kebaikan dengan kesalahpahaman. Semua bermaksud baik hanya berselisih sudut
pandang dan cara menyampaikan.
Terkisah, seorang murid menemui gurunya dalam
keadaan pucat pasi. “Wahai Guru, semalam aku mengkhatamkan Alquran
dalam shalat malamku.”
Sang Guru tersenyum. “Bagus Nak. Nanti
tolong hadirkan bayangan diriku di hadapanmu saat kau baca Alquran itu.
Rasakanlah seolah-olah aku sedang menyimak apa yang engkau baca.”
Esok harinya, sang murid datang dan melapor
pada gurunya. “Guru,” katanya, “Semalam aku hanya
sanggup menyelesaikan separuh dari Alquran itu.”
“Engkau sungguh telah berbuat baik,” ujar sang Guru
sembari menepuk pundaknya. “Nanti malam lakukan lagi dan kali ini hadirkan
wajah para shahabat Nabi yang telah mendengar Alquran itu langsung dari
Rasulullah. Bayangkanlah baik-baik bahwa mereka sedang mendengarkan dan
memeriksa bacaanmu.”
Pagi-pagi buta, sang murid kembali menghadap dan mengadu. “Duh Guru,” keluhnya, “Semalam bahkan hanya sepertiga Alquran yang dapat aku lafalkan.”
“Alhamdulillah, engkau telah berbuat baik,” kata sang guru mengelus kepala sang murid. “Nanti malam bacalah Alquran dengan lebih baik lagi, sebab yang akan hadir di hadapanmu untuk menyimak adalah Rasulullah SAW sendiri. Orang yang kepadanya Alquran diturunkan.''
Seusai shalat Shubuh, sang guru bertanya, “Bagaimana shalatmu semalam?”
Pagi-pagi buta, sang murid kembali menghadap dan mengadu. “Duh Guru,” keluhnya, “Semalam bahkan hanya sepertiga Alquran yang dapat aku lafalkan.”
“Alhamdulillah, engkau telah berbuat baik,” kata sang guru mengelus kepala sang murid. “Nanti malam bacalah Alquran dengan lebih baik lagi, sebab yang akan hadir di hadapanmu untuk menyimak adalah Rasulullah SAW sendiri. Orang yang kepadanya Alquran diturunkan.''
Seusai shalat Shubuh, sang guru bertanya, “Bagaimana shalatmu semalam?”
“Aku hanya mampu membaca satu juz,
Guru,” kata si murid sambil mendesah, “Itu pun dengan
susah payah.”
“Masya Allah,” kata sang Guru sambil memeluk sang murid dengan bangga. “Teruskan kebaikan itu, Nak. Dan nanti malam tolong hadirkan Allah di hadapanmu. Sungguh, selama ini pun sebenarnya Allah-lah yang mendengarkan bacaanmu. Allah yang telah menurunkan Alquran. Dia selalu hadir di dekatmu. Jikapun engkau tidak melihat-Nya, Dia pasti melihatmu. Ingat baik-baik. Hadirkan Allah, karena Dia mendengar dan menjawab apa yang engkau baca.”
Keesokan harinya, ternyata sang murid itu jatuh sakit. Sang Guru pun datang menjenguknya. “Ada apa denganmu?” tanya Sang Guru.
“Masya Allah,” kata sang Guru sambil memeluk sang murid dengan bangga. “Teruskan kebaikan itu, Nak. Dan nanti malam tolong hadirkan Allah di hadapanmu. Sungguh, selama ini pun sebenarnya Allah-lah yang mendengarkan bacaanmu. Allah yang telah menurunkan Alquran. Dia selalu hadir di dekatmu. Jikapun engkau tidak melihat-Nya, Dia pasti melihatmu. Ingat baik-baik. Hadirkan Allah, karena Dia mendengar dan menjawab apa yang engkau baca.”
Keesokan harinya, ternyata sang murid itu jatuh sakit. Sang Guru pun datang menjenguknya. “Ada apa denganmu?” tanya Sang Guru.
Sang murid berlinang air mata. “Demi Allah, wahai
Guru,” ujarnya, “Semalam aku tak
mampu menyelesaikan bacaanku. Hatta, cuma al-Fatihah pun tak sanggup aku
menamatkannya. Ketika sampai pada ayat, “Iyyaka
na’budu wa iyyaka nasta’iin” lidahku kelu. Aku merasa aku sedang berdusta.
Di mulut aku ucapkan “Kepada-Mu ya
Allah, aku menyembah” tapi jauh di dalam hatiku aku tahu, aku sering
memperhatikan yang selain Dia. Ayat itu tak mau keluar dari lisanku. Aku
menangis dan tetap saja tak mampu menyelesaikannya.”
“Nak...,” kata sang Guru sambil berlinang air mata, “Mulai hari ini engkaulah guruku. Dan sungguh aku ini muridmu. Ajarkan padaku apa yang telah kau peroleh. Sebab meski aku membimbingmu di jalan itu, aku sendiri belum pernah sampai pada puncak pemahaman yang kau dapat di hari ini. “
“Nak...,” kata sang Guru sambil berlinang air mata, “Mulai hari ini engkaulah guruku. Dan sungguh aku ini muridmu. Ajarkan padaku apa yang telah kau peroleh. Sebab meski aku membimbingmu di jalan itu, aku sendiri belum pernah sampai pada puncak pemahaman yang kau dapat di hari ini. “
Bagi yang rindu kenikmatan ibadah, rindu
manisnya iman, haus segarnya islam serta butuh indahnya beramal, inilah jalan
sempurna bernama ihsan. Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Umar, dijelaskan dengan paripurna pengertian
ihsan tertinggi ini. Rasululloh Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam
telah menafsirkannya, ihsan yaitu "Bahwa engkau (beribadah) menyembah Alloh Subhanahu
wa Ta’ala seakan-akan engkau
melihat-Nya; jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu." Seperti kisah di atas, bila seseorang berhasil menghimpun hati dan
perasaannya, ketika sedang melakukan peribadatan dan merasakan bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala melihatnya,
maka akan tercapailah tingkatan yang paling tinggi dalam agama ini.
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata :
Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu
hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat
putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan
jauh dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian
dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya
(Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad,
beritahukan aku tentang Islam?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang
disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau
mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“,
kemudian dia berkata: “ Anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia
pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku
tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan
engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia
berkata: “Anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku
tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada
Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya, maka Dia
melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat
(kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari
yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “,
beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau
melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu
berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “
Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. Aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian
(bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (rowahu Muslim)
Sejujurnya ihsan ini tidak hanya kepada Allah
saja. Bahkan dalam Hari Kurban pun kita diingatkan kembali tentang
ihsan. Simak hadits berikut ini.
Dari Syaddad bin
Aws, dia berkata, "Dua hal yang telah aku ingat-ingat berasal dari
Rasululloh Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam, beliau bersabda, yang artinya: "Sesungguhnya
Alloh Ta'ala telah mewajibkan agar berbuat ihsan
(baik) terhadap segala sesuatu. Bila kamu membunuh, maka bunuhlah secara baik
dan bila kamu menyembelih, maka sembelihlah secara baik dan hendaklah salah
seorang diantara kamu menajamkan mata pisaunya, lantas menenangkan binatang
sembelihannya.'" (HR: Muslim)
Maka, sejatinya kita dituntun untuk bisa ihsan
dalam segala hal. Tidak hanya kepada Allah, tetapi dari Yang Maha Tertinggi
sampai kepada semua makhluk, yang terendah sekalipun di bumi ini. Dan itulah
mengapa ihsan menjadi penting sebagai hal yang harus dimiliki bagi mereka yang
berpredikat islam dan iman.
Dan mari cermati, bagaimana ihsan bertempat
pada diri ini. Sudahkah?
Faizunal Abdillah--dari sebuah milis