Labels

Kamis, 27 Oktober 2011

Menoleh pada Perkeling Alloh

Seorang mandor bangunan yang berada di lantai 5 ingin memanggil pekerjanya yang sedang bekerja di bawah.Setelah sang mandor berkali-kali berteriak memanggil, si pekerja tidak dapat mendengar karena fokus pada pekerjaannya dan bisingnya alat bangunan. Sang mandor terus berusaha agar si pekerja mau menoleh ke atas, maka dilemparnya uang logam 1.000 rupiah yang jatuh tepat di sebelah si pekerja. Si pekerja hanya memungut uang Rp 1.000,- itu dan melanjutkan pekerjaannya. Setelah berkali-kali melempar uang Rp.1000,- tapi tidak berhasil akhirnya sang mandor melemparkan uang Rp 100.000,- yang dia remas dulu dan berharap si pekerja mau menengadah sebentar saja ke atas. Akan tetapi si pekerja hanya lompat kegirangan karena
menemukan uang Rp 100.000,- dan kembali asyik bekerja. Pada akhirnya sang mandor melemparkan batu kecil yang tepat mengenai kepala si pekerja. Merasa kesakitan akhirnya si pekerja baru mau menoleh ke atas dan dapat berkomunikasi dengan sang mandor.


 Cerita tersebut di atas sama dengan kehidupan kita! ​Allah SWT selalu ingin menyapa kita, akan tetapi kita selalu sibuk mengurusi "DUNIA" kita! Kita diberi rizqi sedikit maupun banyak, sering kali kita lupa untuk menengadah untuk bersyukur! Bahkan lebih sering kita tidak mau tahu dari mana rizqi itu datangnya, bahkan kita selalu bilang "Kita lagi HOKI, Kita lagi UNTUNG". Yang lebih buruk lagi kita menjadi takabur, menganggap semua itu kita peroleh karena kepandaian kita, kepintaran kita, kerja keras kita, usaha kita dsb. Padahal rizqi milik Allah SWT . Jadi jangan sampai kita mendapatkan lemparan "BATU
 KECIL" yang disebut MUSIBAH baru kita mau menoleh kepada Allah SWT.
cerita FIKTIF (renungan/cantolan/permisalan) diatas sejalan dengan
uraian pak kyai...

-------------------------------

Menjaga Kemurnian Al-Qur’an dan Al-Hadits

Hindarilah amalan-amalan Jahiliyyah dan syirik

Bulan ini LDII menggelar pengajian di beberapa tempat dengan topik:
Menjaga Kemurnian Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Sejumlah ulama menyampaikan fatwa, “Jauhilah ucapan, perbuatan, dan
keyakinan Jahiliyyah dan syirik.

Contoh:

1), Sihir, guna-guna, ramalan nasib, gugon-tuhon.

2), Menentukan nasib dengan burung atau dengan garis-garis, atau
dengan perhitungan-perhitungan yang tidak masuk akal.

3), Mempercayai jika telah mati akan menjadi jrangkong atau burung
hantu atau gendruwo atau wewe gombel.

4), Mempercayai adanya bulan yang banyak kerusakannya.

5), Mempercayai ilmu junum (astrologi).

6), Mempercayai dukun syirik yang menggunakan bantuan jin.

7), Mempercayai jimat-jimat seperti keris, gelang, akik, haikal, kul
buntet, wesi kuning, kulit kebo landoh, menyalahgunakan ayat-ayat
Al-Qur’an untuk menyirep, dan kekebalan.”

Bukhari meriwayatkan di dalam Tarikhnya:

Abu Utsman Annahdi berkata, “Pernah ada lelaki melakukan atraksi menyembelih dan memisahkan kepala orang di sisi Walid; sontak kami takjub. Lalu dia mengembalikan lagi kepalanya. (di Indonesia - Banten
- dikenal dg sebutan: debus)

Sontak Jundab Al-Azdi datang untuk membunuh lelaki itu.

Abu Dawud meriwayatkan: سنن أبي داود - (ج 8 / ص 282)
2646 - حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ
عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ سَمِعَ بَجَالَةَ يُحَدِّثُ عَمْرَو بْنَ أَوْسٍ
وَأَبَا الشَّعْثَاءِ قَالَ
كُنْتُ كَاتِبًا لِجَزْءِ بْنِ مُعَاوِيَةَ عَمِّ الْأَحْنَفِ بْنِ
قَيْسٍ إِذْ جَاءَنَا كِتَابُ عُمَرَ قَبْلَ مَوْتِهِ بِسَنَةٍ اقْتُلُوا
كُلَّ سَاحِرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَ كُلِّ ذِي مَحْرَمٍ مِنْ الْمَجُوسِ
وَانْهَوْهُمْ عَنْ الزَّمْزَمَةِ فَقَتَلْنَا فِي يَوْمٍ ثَلَاثَةَ
سَوَاحِرَ وَفَرَّقْنَا بَيْنَ كُلِّ رَجُلٍ مِنْ الْمَجُوسِ وَحَرِيمِهِ
فِي كِتَابِ اللَّهِ وَصَنَعَ طَعَامًا كَثِيرًا فَدَعَاهُمْ فَعَرَضَ
السَّيْفَ عَلَى فَخْذِهِ فَأَكَلُوا وَلَمْ يُزَمْزِمُوا وَأَلْقَوْا
وِقْرَ بَغْلٍ أَوْ بَغْلَيْنِ مِنْ الْوَرِقِ وَلَمْ يَكُنْ عُمَرُ
أَخَذَ الْجِزْيَةَ مِنْ الْمَجُوسِ حَتَّى شَهِدَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ
بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَخَذَهَا مِنْ مَجُوسِ هَجَرَ


Artinya (isnadnya tidak diartikan):

Bajalah seorang tabi yang masyhur bercerita pada Amer bin Aus dan Abassyaksyai (أَبَا الشَّعْثَاءِ), “Saya dulu pernah menjadi penulis Jazu bin Muawiyyah (جَزْء بْن مُعَاوِيَةَ) paman Achnaf bin Qais.

Setahun sebelum wafat, surat Umar datang tiba-tiba:

‘Bunuhlah semua penyihir. Dan ceraikanlah antara semua (suami istri)
mahram dari Majusi. Dan laranglah mereka dari (zamzamah) bersuara
ketika makan!’.

Maka kami membunuh tiga penyihir dalam sehari, kami juga menceraikan
semua lelaki Majusi dari istrinya (yang haram) berdasarkan Kitab
Allah.

Jazu (جَزْء) mempersiapkan makanan lalu mengundang mereka lalu meletakkan pedang atas pahanya. Ternyata ketika mereka makan tidak bersuara. Mereka meletakkan bawaan satu atau dua kuda bagal mereka,
berbentuk perak.

Umar mutlak tidak menarik pajak dari kaum Majusi sehingga Abdur Rohman bin Auf menyampaikan persaksian bahwa Rasulullah SAW telah menarik pajak dari Majusi Hajar.

Menurut kami (penulis - red) nasehat diatas arahnya jelas sekali, agar meyakini hanya Allah yang menguasai ilmu ghoib, dan hanya Allah yang harus disembah dan dimohon agar merampungkan segala urusan kita.
Sebetulnya nasehat seperti di atas sudah selalu ditekankan sejak zaman dulu.

Dan Allah juga sudah menunjukkan dalam kehidupan nyata bahwa yang masih melakukan syirik rizqinya terhambat bahkan tertimpa musibah-musibah besar. Seperti fulan, fulana, dan fulani yang menjadi Kiai, mereka bertiga masih melakukan syirik, hingga Allah memberi peringatan dengan cobaan bertubi-tubi.

Kalau nasehat sejelas ini masih akan dilanggar, bisa jadi Allah akan menindak lebih keras. Kita harus menyadari bahwa gara-gara sekelompok orang bughot membunuh Utsman bin Affan, maka Allah meletakkan nuktah fitnah yang akhirnya menumbangkan kejayaan Islam dan membuat pemeluknya hina di mata akdak (أَعْدَاء) hingga mereka justru tertawa terbahak-bahak.

- end -

sumber: mulungan.org Dikutip dari milisjokam@yahoogroups.com